SPORTJABAR.COM -Kehadiran grup band asal Kalimantan, Kapital sebagai terdakwa membuat DCDC Pengadilan Musik edisi ke 38 terasa istimewa.
Grup band beraliran Metal Core ini merupakan band asal Kalimantan pertama yang diadili pada DCDC Pengadilan Musik di Kantin Nasion The Panas Dalam, Jalan Ambon Nomor 8 A, Kota Bandung, Jumat (29/11/2019).
Mantra jadi alasan Kapital diseret ke persidangan untuk diuji kelayakannya. Mantra adalah album ketujuh yang grup band berdiri 15 tahun lalu ini.
Mereka diadili oleh dua Jaksa Penuntut Budi Dalton dan Pidi Baiq. Kursi Pembela ditempati oleh Yoga (PHB) dan Ruly Cikapundung. Pengadilan Musik dipimpin oleh hakim Man (Jasad) dan jalannya persidangan diatur oleh Eddi Brokoli selaku Panitera.
Album Mantra mendapatkan banyak perhatian karena disebut-sebut akan melampaui ekspektasi para Peluru Tajam Indonesia (sebutan untuk penggemar Kapital).
Formasi mutakhir Kapital yang kini diperkuat oleh Akbar Haka (vokal), Arie Wardhana (gitar), Baken Nainggolan (gitar), Arriezky Pratama (bass) dan Ewien Saputra (drum) memberi kekuatan penuh untuk menyajikan karya-karya yang padat dan berdesing super keras.
Sang vokalis, Akbar memproyeksikan Mantra sebagai masterpiece dari Kapital, menandai kehadiran mereka setelah bertahun-tahun membisingkan Borneo.
Tak hanya raungan distorsi, mereka menyertakan unsur orkestrasi yang megah sekaligus kelam, juga mengalunkan alat musik etnik Dayak hingga rapalan mantra-mantra mistis dari Suku Dayak dan Kutai.
Sejumlah pertanyaan kritis dilontarkan duet jaksa penuntut, Budi Dalton dan Pidi Baiq.
Pidi Baiq bertanya tentang alasan band ini mengusung konten tradisional Kalimantan dan perubahan susunan band.
Akbar mengatakan pihaknya berusaha mengangkat konten tradisional Dayak agar budaya lokal ini semakin dikenal sekaligus memberikan warna baru.
“Soal perubahan formasi band merupakan hal biasa. Hubungan kita dengan mereka tetap baik dan masih sering kumpul. Personel baru cepat menyatu karena mereka teman dekat juga yang dulu berada di belakang layar, ” jelas Akbar.
Berawal dari minat yang sama terhadap musik rock, lima pemuda asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur sepakat membentuk sebuah band pada 2004.
Formasi awal mereka terdiri dari Akbar Haka (vokal), David Haka (gitar), Wibi Wibawa alias Beng (bass), Dhani Arinda (gitar) dan Ivan Fahrani (drum). Mereka menamakan diri sebagai The Pistol yang fokus memainkan musik dengan genre rock.
“Awalnya kami memainkan musik rock populer seperti Foo Fighters, Stone Temple Pilot, dan Sound Garden,” ujar Akbar menjawab pertanyaan Budi Dalton.
Seiring dengan perubahan tren di dunia musik, para personel mulai melakukan eksplorasi di genre musik yang berbeda, hingga akhirnya mereka menemukan paduan musik yang serasi antara heavy metal dan hardcore.
Mereka menyebut musik mereka dengan metalcore. Bersamaan dengan perubahan arah musik, akhirnya pada tahun 2008 mereka resmi berganti nama menjadi Kapital.
Setahun bekerja keras membangun visi dan karakter musik yang baru, album perdana berjudul Metalmorphosis (Distorsi Records/2009). Dengan single andalan “Sistem Munafik” dan “Tak Bernyawa”, nama Kapital bisa hadir dan ikut meramaikan dinamika musik ekstrem di Indonesia.
Terbukti, CD album perdana ini terjual sekitar dua ribu keeping, sebuah prestasi dan menjadi kebanggaan sebagai band metal lokal yang berasal dari Kalimantan Timur.
Pada 2010, Kapital kembali masuk studio menyiapkan album kedua. Kapital merilis album kedua berjudul Reinkarnasi (Distorsi Records/2011). Dengan modal dua album, Kapital menghajar berbagai festival di kawasan Kalimantan.
Di tengah proses bongkar pasang personil, Kapital tetap fokus berkarya dan kembali masuk studio rekaman untuk menyelesaikan album ketiga mereka. Symphoni Kegelapan (Distorsi Records/2012) dirilis dan mendapatkan perhatian luas dari metalhead nusantara.
Di tengah kesibukan melakukan pertunjukan di berbagai daerah di Indonesia, Kapital kembali merilis berbagai album, seperti Teror Dari Belantara (Demajors/2014), album mini Anonymous (Distorsi Records/2015) dan Semesta Rawa (Armstretch Records/2017).
“Pada album ini, kami memperkenalkan Kalimantan, lewat kata belantara. Mengambarkan bahwa di Kalimantan masih cukup banyak hutan dan pohon,” kata Akbar.
Melalui lagu – lagunya Kapital juga mengkritisi kondisi terkini yang terjadi di Kalimantan. Seperti kondisi jalan serta listrik yang belum merata.
” Esensinya kami berupaya menyuarakan bahwa ada ketidakadilan di Kalimantan, ” ujarnya.
Setelah mengamati jalannya persidangan serta jawaban yang disampaikan terdakwa, hakim Man Jasad memutuskan bahwa album Mantra layak edar dan menjadi triger bagi kebangkitan musik metal di Kalimantan.
Perwakilan DCDC Agus Danny Hartono mengatakan, alasan DCDC menghadirkan Kapital ke Pengadilan Musik lantaran mereka salah atau finalis ajang Rock and Metal Battle 2018.
“Ini adalah bentuk apresiasi kami kepada band dari luar Jawa. Kami tahu metal di Kalimantan masih direspons kecil. Tapi mereka mampu tampil baik,” jelasnya.
Selain itu menurut dia dalam rangka mengenalkan metal di Indonesia. Karena selama ini mayoritas band dari pulau Jawa.
Agus Danny menegaskan pihaknya akan terus mendukung Pengadilan Musik untuk menghadirkan band fenomenal baik dari dalam atau luar Jawa.
Dia pun memberi bocoran Pengadilan Musik edisi ke – 39 di akhir tahun akan menghadirkan musisi fenomenal.Namun dia masih menyimpan erat namanya.
Perwakilan event organizer dari Atap Promotion Uwie Fitriani mengakui hadirnya Kapital di DCDC Pengadilan Musik untuk menjawab permintaan banyak pihak agar Pengadilan Musik menghadirkan band luar pulau Jawa.
“Selama ini Pengadilan Musik memang lebih sering menghadirkan para musisi dari sekitar Bandung dan Pulau Jawa. Kali ini kami hadirkan grup band asal Kalimantan,” kata Uwie.
Kebetulan Kapital yang baru merilis album baru sedang menjalani tur ke sejumlah daerah di pulau Jawa.
“Mereka pantas tampil di Pengadilan Musik karena memiliki karakter cukup kuat, bahkan pada musiknya membawa konten tradisional. ,” tuturnya. (BUDI)