SPORTJABAR.COM-Apa yang terjadi kalau pada proses persidangan di pengadilan tidak ada hakim ?.Momen langka tapi nyata itu hanya ada di DCDC Pengadilan Musik edisi ke-34 di Kantin Nation The PanasDalam, Jalan Ambon 8A,Kota Bandung,Jumat (19/7/2019).
Persidangan yang menghadirkan band death metal legendaris asal Bandung Jasad digelar tanpa kehadiran hakim.Kursi hakim pun dibiarkan kosong selama persidangan berlangsung.
Man Jasad yang selama 33 edisi DCDC Pengadilan Musik bertindak sebagai hakim memang hadir,tapi vokalis Jasad bernama lengkap Mohamad Rohman ini duduk di kursi terdakwa bersama empat rekannya,Yuli Darma,Ferly,Reduan Purba,dan Oki Fadhlan.
Man Jasad yang biasa memimpin jalannya persidangan,kali ini harus rela dihujani sederet pertanyaan tajam dari dua Jaksa Penuntut, Budi Dalton dan Pidi Baiq.
Pada persidangan ini para personel Jasad didampingi Ruli Cikapundung dan Yoga PHB sebagai pembela.Seperti biasa Edi Brokoli bertugas sebagai panitera.
Jaksa penuntut menanyakan asal-usul nama band pengusung genre death metal yang berdiri sejak tahun 1990 di Ujungberung,Bandung Timur ini.
“Mengapa namanya Jasad ?”tanya Budi Dalton.
Pemain bas Jasad, Yuli Darma, mengakui band-band yang lain waktu itu kebanyakan memakai nama Inggris,tapi mereka ingin nama Indonesia.
“Akhirnya dapat nama Jasad,artinya, jangan asal sada (bunyi,Red),” katanya.
Terungkap pula persepsi nama Jasad merupakan singkatan Jasmani Angkatan Darat (berdasarkan domisili band Jasad yang dekat dengan salah satu markas kesatuan AD di kawasan Ujungberung).
“Yang pasti memang banyak makna dari nama tersebut,” ujar Man.
Debut mini album bertitle C’est La Vie (1996/Palapa Record) berhasil membuat Jasad menjadi barometer musik death metal di Indonesia. Eksistensi mereka makin kokoh lewat rilisan album penuh mereka, Witness Of Perfect Torture (2001/Rottrevore Records) dirilis ke pasaran
Selanjutnya, album Annihilate The Enemy berhasil dirilis tahun 2005, di bawah bendera Sevared Records, label rekaman asal Amerika yang menandai awal mula Jasad berhasil melakukan penetrasi ke dunia global.
Jaksa Pidi Baiq juga mempermasalahkan nama-nama judul album Jasad yang menggunakan bahasa Inggris.
“Mengapa judul albumnya harus menggunakan bahasa Inggris ,padahal nama band-nya Jasad, dari kata berbahasa Indonesia?” tanya Pidi.
Man menjelaskan musik metal itu mencerminkan persaudaraan global, jadi lingkupnya internasional.
“Maka pesan yang kami sampaikan juga ditujukan secara global,” kata Man.
Sempat vakum cukup lama, Jasad kembali meramaikan industri musik bawah tanah lewat album Rebirth of Jatisunda (2013). Album ini seolah menjadi titik balik Jasad dalam tema lirik.
Jika di album sebelumnya mereka cenderung mengusung tema sadisme dan pembunuhan.Melalui album inilah akhirnya Jasad berhasil membangun citra baru dengan membawa identitas death metal nusantara.
“Mengapa disebut death metal nusantara?”tanya Budi Dalton.
“Kami berupaya melanjutkan warisan leluhur dengan mencoba bereksplorasi pada tema-tema budaya dan sejarah lokal Sunda,”jelas Man.
Ruly Cikapundung selaku pembela mengatakan band Jasad telah mampu menunjukkan kualitas dan eksistensi sejak tahun 1990 dengan meniti karir lewat ajang festival musik.
“Band yang berkualitas itu tidak bisa rekaman begitu saja, tapi harus menjalani berbagai festival untuk membuktikan kualitasnya dan layak rekaman waktu itu,” paparnya.
Pada kesempatan itu tim pembela menghadirkan saksi meringankan yang bernama Iwan.Saksi memperlihatkan art work album baru Jasad.
“Ini merupakan bukti Jasad sangat serius menggarap album terbaru yang rencananya akan dirilis bulan Agustus,”ungkapnya.
Jaksa penuntut yang ditugasi menggantikan hakim untuk mengambil keputusan akhirnya menjatuhkan vonis bahwa Jasad layak merilis album baru.
Panitera Edi Brokoli mengatakan, DCDC Pengadilan Musik episode e-34 ini menjadi istimewa. Pasalnya hakim yang biasa memimpin persidangan selama 33 edisi diseret menjadi terdakwa.
“Kebetulan yang jadi terdakwa ini memang Jasad secara band, karena Man Jasad vokalisnya maka dia harus ada di kursi terdakwa. Kami sepakat hakim pada episode kali ini adalah jaksa penuntut umum dan audience,”jelas Edi.
Ia menilai konsep pengadilan musik sangat bagus untuk melatih mental musisi-musisi yang baru mengeluarkan album baru.
“Pengadilan musik merupakan alat promosi dengan cara baik bagi musisi pendatang baru.Tak heran jika banyak yang antre untuk jadi terdakwa,” tuturnya.
Perwakilan Brand Djarum Coklat, Nesa Marieta mengatakan, punya alasan khusus menjadikan Jasad sebagai terdakwa DCDC Pengadilan Musik edisi ke-34.
“Kita mencari suasana yang beda sih, dan kebetulan Jasad sedang mengeluarkan album baru.Terus menarik juga yah, kalau hakim jadi terdakwa,” katanya.
Ia gembira sejauh ini antusiasme penonton terhadap DCDC Pengadilan Musik sangat baik. Pihaknya pun akan terus berusaha mencari talent yang banyak peminatnya.
Nesa berharap, ke depannya DCDC pengadilan musik bisa memberikan hal positif dan memuaskan dalam hal konten musiknya bagi para penonton.(BUDI)