SPORTJABAR.COM-Di era 80-an Persib nyaris identik dengan Adjat Sudradjat.Maklum ia merupakan mesin gol andalan Maung Bandung.Bukan hanya itu aksinya di lapangan pun sangat menghibur.Menyundul bola yang berada diantara dada dan pinggang sambil terbang di kotak penalti lawan merupakan gaya khasnya, yang akan selalu diingat publik sepakbola Indonesia.
Adjat memang punya kelebihan dalam mengeksekusi bola dengan kepalanya.Sundulannya begitu tajam menghujam ke gawang lawan. Padahal untuk ukuran striker dengan tinggi 165 cm, ia terbilang kecil.
Tapi kelebihan yang ia miliki tidak datang begitu saja. Keahliannya menyundul bola diperolehnya lewat latihan keras setiap hari, di luar jadwal latihan rutin bersama rekan satu tim.
” Setiap hari saya punya target menyundul 100 bola.50 bola memanfaatkan umpan dari kiri dan 50 bola dari kanan.Berkat latihan ini felling ball saya makin terasah,” ujar Adjat membuka rahasia kepiawannya menyundul bola.
Padahal pada awal karirnya Adjat justru lemah dalam melakukan sundulan.Namun sejak dijadikan striker oleh pelatih Persib asal Polandia, Marek Janota pada 1981 , ia mulai mengasah kemampuannya menyundul bola.
“Awal gabung dengan Persib saya ditempatkan di sayap .Namun setelah Itang yang baisanya menjadi striekr mundur, Marek meminta saya menjadi striker.Beruntung saya bisa banyak belajar dari striker Persib yang lebih senior seperti Dedi Sutendi dan Omo Suratmo,” papar Adjat.
Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini mulai tergila-gila main bola sejak usia tujuh tahun. Karena kegilaannya pada bola, Adjat terlambat menyelesaikan pendidikan SMA. Tapi di lapangan hijau, kebolehannya tak meragukan.
Mulai serius berlatih Klub Propelat, Bandung pada 1977, selang tiga tahun Adjat terpilih sebagai pemain terbaik dalam turnamen sepak bola KNPI Jawa Barat. Sejak itu, namanya dikenal sebagai pemain masa depan Persib.
Ajat termasuk dalam gerbong pemain muda Persib yang disiapkan oleh Marek. ia seangkatan dengan Iwan Sunarya, Wawan Karnawan,Dede Iskandar, Robby Darwis,Ade Mulyono ,Sukowiyono,Adeng Hudaya,Jafar Sidik dan lain-lain yang disebut generasi emas Maung Bandung.
Saat itu Persib yang terlempar ke divisi I memang melakukan regenerasi.Ketua umum Persib, Solihin GP menugaskan Marek untuk membangun tim baru dengan mayoritas pemain muda.
” Kami harus bermain dari kampung ke kampung di wilayah Jabar,seperti di Ciamis sampai Cirebon.Selanjutnya masuk divisi I tingkat nasional, hingga akhirnya mendapat promosi ke divisi utama ,” papar Adjat.
Pada debut perdana di kompetisi divisi utama 1983/1984 , Adjat dkk. tampil mengesankan.Mereka melaju sampai babak final ,tetapi gagal dalam drama adu penalti di tangan PSMS.Saat itu berkat penampilannya yang dinilai luar biasa Adjat dianugerahi gelar pemain terbaik.
Setahun kemudian, mereka juga suskes melangkah sampai babak final.Tetapi lagi-lagi ditaklukan PSMS lewat adu penalti.Namun meski Persib gagal ,ia masih tersenyum karena menyabet gelar sebagai pencetak gol terbanyak.
Baru pada 1986 Adjat untuk pertama kalinya bisa membawa Persib menjadi kampiun kompetisi divisi utama. Kesuksesan yang sama diulanginya empat tahun kemudian sekaligus menjadi gelar terakhirnya untuk Persib.
Meredup di Timnas
Kehebatan Adjat bersama Persib memancing perhatian tim nasional. Pada 1982 ia sepat dipanggil mengikiti seleksi PSSI Putih yang disiapkan ke Pra Olimpiade.Namun saat itu kalah bersaing dengan pemain galatama yang mendominasi timnas.
Setelah sukses membawa Persib jadi juara kompetisi divisi utama 1986, ia masuk skuad timnas yang berlaga di Sea Games 1987.Timnas yang ditangani Harry Tjong itu merupakan gabungan pemain perserikatan dan galatama.
Sayangnya, Adjat yang tampil cemerlang bersama Persib seolah tidak berdaya ketika membela timnas.Top skor kompetisi perserikatan ini seolah mandul, ketajamannya sebagai bomber haus gol sama sekali tak terlihat.
Tanpa bermaksud menyalahhan rekan-rekannya, Adjat mengakui dirinya tak bisa tampil maksimal karena ia merasa ada perlakuan berbeda terhadap pemain dari perserikatan seperti dirinya.
“Saat bertanding lawan Thaliand dan Malsysia di Sea Games 1987, saya dimainkan penuh 90 menit , tapi hanya sekitar tiga kali mendapat bola.Entah ini salah saya atau ada faktor kesengajaan, saya tidak tahu pasti,” ungkapnya sambil mengatakan bahu.
Namun jika bergabung dengan timnas yang diperkuat pemain perserikatan, ia tampil luar biasa seperti di Persib.Ketika membela PSSI Perserikatan pada Merdeka Games 1984 di Malaysia. Koran “Utusan Malaysia” menganugerahi Adjat sebagai “The Best Player” ketika Indonesia menggasak timnas Thailand 5-2 dan seri 1-1 dengan Malaysia.
Bahkan meskipun Indonesia kalah 0-2 dari Brazil yang akhirnya juara, Adjat sempat mendemonstrasikan kelihaiannya mengecoh lawan dengan dribblingnya yang yahud, melampaui 5 pemain Brazil sekaligus.
” Entah kenapa, kalau main bareng dengan sesama pemain perserikatan seperti Adolf Kabo dan Yonas Sawor lebih enak.Rasanya kekompakan terjalin dengan baik, ” kata Adjat.
Akhiri Karir Bersama Bandung Raya
Setelah itu jadi juara pada 1990 Adjat dan beberapa pemain Persib seperti Sutiono Lamso, Nyanyang, Yusuf Bachtiar, Robby Darwis, dan Dede Iskandar dipinjam Krama Yudha Tiga Berlian yang akan bertanding di Piala Winner Asia 1991.
“Tapi setelah selesai masa peminjaman oleh KTB selama empat bulan, saya tidak dipanggil oleh Persib,padahal tim sudah mulai latihan,” kata Adjat.
Merasa tidak dibutuhkan lagi oleh Persib, Adjat pun kemudian bergabung Bandung Raya yang saat itu tampil di kompetisi Galatama.Hijrahnya bintang Pesib ini ke Bandung Raya sempat menimbulkan polemik.Ia dinilai telah berkhianat karena bergabung dengan klub galatama.
Saat Ia gabung, Bandung Raya merupakan klub galatama papan bawah yang minim penonton.Secara bertahap selanjutnya Bandung Raya merangkak naik dan mulai menarik simpati penonton Bandung yang tadinya sangat fanatik ke Persib.
Puncaknya pada Liga Indoneia 1995/1996 Bandung Raya yang saat itu disponsori Mastrans naik poium sebagai juara.Setahun kemudian mereka juga melaju ke babak final, namun dikalahkan Persebaya.
Pada 1997, Adjat resmi mengundurkan diri sebagai pemain dalam usia 34 tahun.Setelah pensiun dari lapangan hijau, ia tidak berminat jadi pelatih dan memilih fokus pada pekerjaannya di Bank Jabar.
Namun keinginan untuk menjadi pelatih muncul ketika ia mencoba ikut kursus kepelatihan lisensi C pada 2010 di Bandung.Apalagi ia juga mendapat dukungan dari teman-temannya sesama pemain Persib.
” Ternyata banyak hal baru yang saya dapatkan dari kursus kepelatihan.Sebagai pelatih baru saya masih banyak kekuarangan,karena itu saya banyak belajar dari teman-teman yang sudah lebih dahulu menjadi pekatih seperti Deny Syamsudin dan Mustika Hadi,” ungkap Adjat.
Kiprah perdana Adjat sebagai pelatih menjadi asisten sang mentor ,Deny Syamsudin yang menangani tim Pra PON Jabar.Hasilnya, Jabar yang telah dua kali PON gagal di babak kualifikasi berhasil lolos.
Awal karir kepelatihan Adjat berjalan lumayan mulus .Sebagai pelatih kepala ia membawa tim Persib U-17 sukses menjadi juara Piala Suratin Zona Jabar.Selanjutnya pada 2013 Ajat menjadi asisten Simon Mc Menemy di Pelita Bandung Raya.
Ajat juga peduli terhadap pembinaan masa depan dengan mengembangkan pemain usia dini melalui SSB Adjat Sudrajat.(BUDI)
Data Diri Adjat Sudrajat
Panggilan: Arab
Tempat Tanggal Lahir: Bandung,5-7-1962
Tinggi/Berat:165 Cm/65 Kg.
Posisi: Striker
No.Punggung:10
Pemain Favorit: Zico
Pelatih Favorit: Wiel Corver
Istri:Sri Wuryaningsih
Anak:Isyuliarni S., Arga Praditya S,Idan Yoga Pratama,Izmi Diaz Saputra
Karir : 1979: Persib Junior
1980-1990:Persib
1991-1997:Bandung Raya
Timnas: 1981-1987
Prestasi:
Divisi I Perserikatan 1983: Persib -Peringkat ke-3
Divisi Utama Perserikatan 1983/1984: Persib – Runner-up/Pemain Terbaik
Divisi Utama Perserikatan 1985: Persib – Runner-up/Top Skor
Divisi Utama Perserikatan 1986: Persib – Juara
Divisi Utama Perserikatan 1986/1987: Persib – Peringkat ke-3
Divisi Utama Perserikatan 1987/1988: Persib – Peringkat ke-3
Divisi Utama Perserikatan 1989/1990: Persib – Juara
Piala Sultan Hassanal Bolkiah 1986: Persib – Juara
Liga Indonesia 1995/96 Mastrans Bandung Raya – Juara
Liga Indonesia 1996/97 Bandung Raya – Runner-up